Selasa, 15 September 2015

Review: The Sixth Extinction - An Unnatural History


Pertama kali saia melihat buku ini di situs Amazon dan sepertinya buku ini cukup menarik berdasarkan uraian singkatnya. Keberuntungan pun menyertai ketika saia menemukannya di Periplus pada akhir bulan Juli. Lebih beruntung lagi, ketika saya membelinya dengan harga 190.000, ada seseorang yang saya tidak kenal menawarkan point diskon dari toko buku tersebut seharga 50.000 sehingga saya hanya perlu membayar 140.000 saja. Buku ini ditulis oleh Elizabeth Kolbert dan diterbitkan oleh Bloomsbury dalam bahasa Inggris (saya rasa belum ada terjemahan Indonesia-nya), tebalnya xii + 320 halaman, dan terdiri atas 13 bab. Bab tersebut terdiri dari:
 
I. The sixth extinction
II. The Mastodon’s molars
III. The original penguin
IV. The luck of ammonites
V. Welcome to the Anthropocene
VI. The sea around us
VII. Dropping acid
VIII. The forest and the trees
IX. Islands on dry land
X. The new Pangaea
XI. The Rhino gets an ultrasound
XII. The madness gene
XIII. The things with feathers

Bab-bab tersebut menurut saia dapat dikelompokkan ke dalam tiga tema, yakni: (i) sejarah dan pandangan mengenai kepunahan massal yang diuraikan pada bab I hingga bab IV; (ii) aktivitas manusia dalam merubah lingkungan sekitarnya yang kemudian berlanjut ke seluruh biosfer pada bab V hingga bab X; dan (iii) dampak ekologis yang ditimbulkan manusia sejak dari kemunculan spesiesnya hingga sekarang pada bab XI hingga XIII.
Gaya penulisan di dalam buku ini sangat menarik dan mengundang rasa ingin tahu. Penulis sangat mampu mengombinasikan konteks biologi, paleontologi, ekologi serta etika dalam sebuah keutuhan buku secara menyeluruh, mendalam, sekalius juga sangat bisa diikuti oleh pembaca umum. Pembaca yang kurang familiar dengan geologi dan paleontologi dapat menengok pada halaman 271 yang memberikan gambaran rentang waktu geologis (zaman, masa, kala) yang disertai dengan penandaan terjadinya lima kepunahan massal terbesar.
Dari segi isi buku, bab I hingga IV memberikan sejarah dan pandangan mengenai bagaimana munculnya ide tentang adanya kepunahan massal. Cerita tersebut dimulai dari penurunan tajam populasi Panamanian golden frog (Atelopus zateki) akibat infeksi jamur chytrid yang menjadi sebuah epidemi disana. Fenomena ini kemudian dilanjutkan dengan sejarah antara pandangan Catastrophism yang dikemukakan oleh George Cuvier dan pandangan Uniformintarian yang dikemukakan oleh Charles Lyell. Penemuan yang dilakukan oleh Darwin selama perjalanannya bersama kapten FitzRoy tampak mendukung pandangan Lyell dimana spesies berubah secara perlahan dan gradual. Adanya “kepunahan” suatu spesies hanya merupakan skala kecil dan merupakan bagian dari proses seleksi alam terhadap spesies yang kurang fit  terhadap lingkungannya. Pandangan ini sepertinya ditantang oleh penemuan Walter Alvarez tentang adanya objek ekstraterestrial (asteroid) yang menjadi penyebab kepunahan massal dinosaurus (kepunahan akhir zaman Mesozoik) yang dipublikasikan pada tahun 1980. Setelah membaca keempat bab pertama ini, saia kemudian bertanya apakah kepunahan massal benar-benar akan terjadi? Jika terjadi, apakah akan se-dramatis seperti tabrakan asteroid yang menghilangkan seluruh dinosaurus di muka bumi itu?
Berlanjut ke bab V hingga bab X, saia disuguhkan dengan berbagai aktivitas manusia yang dipandang memicu kepunahan masal tersebut. Hal-hal tersebut meliputi pembakaran bahan bakar fosil yang memicu pemanasan global, pengasaman laut, deforestasi hutan, hingga distribusi (baik sengaja atau tidak sengaja) biodiversitas dalam skala global. Dampak dari seluruh aktivitas tersebut dapat seperti yang kita bayangkan, mulai dari perubahan komposisi dan distribusi spesies di dalam ekosistem, menurunnya organisme calcifier (penghasil cangkang karbonat) laut akibat penurunan titik jenuh kalsium karbonat terlarut karena pengasaman, pemusnahan ratusan spesies akibat deforestasi hutan tropika, hingga kemunculan spesies invasif yang sulit dikontrol persebarannya. Dari sini, saia mendapat gambaran bahwa kepunahan massal itu tidak hanya dipandang dari skalanya, namun juga lajunya. Ketika perubahan lingkungan itu jauh lebih cepat daripada kemampuan adaptasi organisme, maka banyak yang akan punah.
Bab XI hingga XIII mencoba menelusuri sejarah kecenderungan manusia modern yang berpotensi menjadi agen penyebab kepunahan massal. Uraian dalam ketiga bab tersebut menuliskan bahwa kehadiran spesies manusia modern berkorelasi kuat dengan kepunahan berbagai spesies di masa lalu, mulai dari kepunahan berbagai megafauna hingga kerabat terdekatnya sendiri (Homo neanderthalensis, Homo floresiesis, dan Denisovans). Masih belum jelas apakah manusia menjadi penyebabnya, karena korelasi tidak berarti kausalitas. Pada bab terakhir juga disinggung usaha-usaha yang sekarang ini dikembangkan untuk “mempertahankan” biodiversitas global di berbagai kebun binatang di Amerika. Salah satunya adalah dengan mengoleksi kultur sel dari berbagai spesies dengan spesies yang hampir punah sebagai prioritasnya. Apakah usaha tersebut menjadi sebuah jawaban terhadap kesadaran manusia bahwa kita sekarang sedang menjalani kepunahan massal keenam? Well, silahkan dibaca di bukunya dan simpulkan sendiri.

Victor