Senin, 30 April 2012

Sebuah Tulisan Evolusi dan Filogeni: Homologi dan Alignment

Contoh DNA yang sudah aligned
Ketemu lagi bersama saia Chef Victor dengan tulisannya yang begitu menggugah kegilaan. Tumben juga yah ternyata saia bisa menghasilkan 3 tulisan dalam 3 hari berturut-turut. Sunggu suatu pencapaian. Oke cukup sudah sombong-sombongan nya, kali ini saia akan melanjutkan serial Tulisan Evolusi dan Filogeni mengenai homologi dan proses 'alignment'. Lha bukannya mau membahas bagaimana merekonstruksi filogeni organisme dari filogeni gen. Yaa memang itulah tujuan utamanya, dan ini merupakan tahapan awalnya. So, mau tau? Ya dibaca larrr.....Okeh! Selamat menikmati :D

Berdasarkan cerita sebelumnya, teman-teman pasti menjumpai kata 'alignment' disana. Secara singkat alignment merupakan penjejeran antar urutan DNA satu dengan lainnya berdasarkan letak homologi. Sebagian peneliti melakukan alignment DNA hanya semudah memasukannya ke dalam program komputer, klik sana-sini, tunggu hasil dan wualla!!! This is it!! alignment DNA ala chef Farah Quinn!! Pertanyaan pun bermunculan, yakni apakah kita yakin bahwa alignment tersebut memang benar adanya? Tahapan alignment ini dapat saia simpulkan merupakan tahapan yang paling kritis dalam rekonstruksi sejarah kehidupan atau filogeni karena hanya dengan alignment yang benar baru kita bisa mendapatkan pohon yang benar.

Oke sebelum kita lebih merinci lagi ke proses alignment kita tinjau dulu asumsi dasar yang dipakai dalam prosesnya, yakni homologi. Kita mulai dengan sebuah definisi. Homologi adalah suatu ciri yang diwariskan dari nenek moyang (ancestor) kepada turunannya (descendants). Salah satu contoh homologi adalah lengan (terinspirasi dari artikel National Geographic edisi Mei 2012). Nah lengan pada manusia itu berhomologi dengan sirip pada lumba-lumba, tungkai depan kucing, sayap pada kelelawar, dan aspek tungkai depan mamalia lainnya. Semua homologi para turunan ini bersumber dari nenek moyang yang berupa ikan dengan sirip berotot (Sarcopterygii), menjelaskan bahwa jalur evolusi mamalia berasal dari kelompok ikan tersebut yang kini sebagian besar telah punah. Sulit juga untuk mempercayai bahwa struktur dan fungsi yang jelas sangat berbeda dari masing-masing 'tangan' tersebut berawal dari sebuhan sirip. Namun memang begitulah adanya, semuanya menampakkan komposisi 1 tulang lengan atas, 2 tulang lengan bawah, tulang telapak tangan dengan susunannya yang kompleks, dan 5 tulang jari. Eits tapi jangan lupa bahwa semuanya bisa terkuak atas bantuan fosil. Tanpa diketemukannya fosil ikan Sarcopterygii tersebut, maka kita tidak akan pernah tahu sejarah evolusinya.

Kedatangan teknologi DNA turut melengkapi rekonstruksi filogeni mahluk hidup di kala ketiadaan catatan fosil. Namun bagaimana tepatnya teknologi DNA ini membantu memecahkan masalah? Rekonstruksi filogeni memerlukan urutan DNA dan tentunya juga homologi antar urutan DNA tersebut. Nah dari sini permasalahan menjadi semakin rumit. Penentuan homologi dalam konteks struktur morfologi maupun anatomi relatif lebih mudah karena terdapat kemiripan baik pada sebagian struktur maupun fungsinya. Namun, bagaimana menentukan homologi pada urutan nukleotida dengan huruf A, T, G, dan C pada pasangan DNA atau urutan asam amino dengan ke-20 jenisnya pada pasangan protein?

Beruntunglah saia dan juga teman-teman sekalian, karena hidup pada jaman yang sedemikian maju. Ya dengan hanya memasukan urutan DNA ataupun protein yang teracak lengkap (CRD = complete randomized DNA) ke dalam program alignment di komputer, kita pun dapat memperoleh hasilnya. Nah logika alignment tersebut memiliki asumsi bahwa suatu urutan DNA yang diwariskan dari nenek moyang pada turunannya harusnya tidak berbeda jauh alias mirip apabila dibandingkan antar satu turunan dengan lainnya. Dengan kata lain, pada konteks ini homologi disejajarkan dengan similaritas. Program komputer (dynamic programming) selanjutnya memanfaatkan pola similaritas ini untuk menentukan daerah kesamaan dan perbedaan urutan nukleotida antar satu DNA dengan DNA lainnya, persis seperti menggeser potongan gambar ke kiri dan ke kanan hingga diperoleh gambar yang utuh.

Setelah sekian lama si program komputer menggeser urutan DNA kesana kemari, tentu saja perbandingan urutan DNA satu dengan lainnya tidak akan identik. Ya iya larr, masing-masing kan sudah menjalani evolusinya sendiri-sendiri, jadinya pasti terdapat perbedaan baik dalam jumlah maupun jenis nukleotida dalam DNA tersebut. Nah bagian yang berbeda nukleotida antar DNA akan diasumsikan sebagai daerah yang mengalami proses substitusi nukleotida. Sedangkan daerah yang kehilangan/kemasukan nukleotida (DNA satu ada nukleotida namun pada daerah yang sama DNA lainnya tidak memiliki nukleotida) akan diasumsikan sebagai lokasi indel (insertion-deletion). Hal ini karena si program tidak mau ambil pusing entah DNA satu yang kemasukan nukleotida atau DNA lainnya yang kehilangan nukleotida. Nah pada akhirnya setelah menggeser dan memperhitungkan kemungkinan substitusi serta indel, maka selesai sudah proses alignment. Semua DNA yang sudah jejer (aligned) selanjutnya dapat dipakai dalam rekonstruksi pohon filogeni.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah asumsi awal yang diterapkan pada proses alignment, yakni menganggap similaritas/kemiripan urutan DNA sebagai homologi. Dalam hal ini urutan DNA antar mahluk hidup yang dibandingkan harus dipilih dengan tepat. Pemilihan ini bertujuan untuk menghindari kemiripan urutan DNA sebagai akibat dari homoplasi. Homoplasi merupakan ciri yang didapat akibat pengaruh adaptasi terhadap lingkungan yang sama. Sebagai contoh ekstrim, sayap pada burung dan sayap pada capung sama-sama merupakan adaptasi untuk terbang. Namun kedua sayap tersebut tentunya bukan berasal dari nenek moyang yang sama bukan. Urutan DNA juga dapat mengalami homoplasi. Apabila dua mahluk turunan nenek moyang yang berbeda bertemu dalam satu lingkungan yang sama, maka efek tekanan lingkungan akan berpengaruh pada DNA-nya. Sebagai akibatnya sebagian populasi dari kedua mahluk tersebut cenderung memiliki kemiripan pada daerah tertentu dalam DNA masing-masing. Apabila daerah tersebut yang kita gunakan dalam proses alignment, maka hal tersebut akan disalahartikan sebagai homologi sehingga dikatakan kekerabatannya relatif lebih dekat daripada yang sebenarnya.

Sebenarnya masih banyak faktor dan asumsi mengenai proses alignment ini, diantaranya permasalahan perulangan urutan, gaps (kekosongan nukleotida lokasi tertentu pada DNA yang dibandingkan), substitusi, struktur sekunder, dan lainnya. Namun dalam tulisan ini biarlah saia cukupkan sampai disini dulu agar tidak terlalu panjang sehingga membuat malas membaca. Pada tulisan berikutnya saia akan melanjutkan dengan rekonstruksi pohon filogeni menggunakan data yang sudah jejer (aligned). Ditunggu yaaax...^^

Regards,
Victor Apriel

Sabtu, 28 April 2012

Sebuah Tulisan Evolusi dan Filogeni: Mekanisme Evolusi Pada Tingkat Molekular

Genetic Code table ~
Chef Victor ingin kembali produktif dengan tulisan-tulisannya yang sangat mengilhami para pembacanya untuk menjadi.....sedikit gila. Yaa tulisan ini saia buat untuk memenuhi request dari para pembaca setia yang terus-terusan saia tag FB-nya. Masih dengan tema evolusi dan filogeni molekular, saia berencana ingin mengajak teman-teman untuk lebih dicerahkan terhadap perkara tersebut.

*...kentut...* ~

Uups....nampaknya pantat saia agak kurang setuju dengan kata-kata yang baru saja saia tuliskan diatas. Yasuda, pokoknya apapun tujuannya yang penting saia nulis dan ente baca...hahaha. Oke kali ini memasuki bab selanjutnya saia akan bercerita mengenai bagaimana evolusi bekerja untuk mengukir filogeni pada mahluk hidup. Selamat menikmati.

Dari buku teks evolusi kita diberitahu bahwa populasi mahluk hidup itu (ingat lho, POPULASI) berubah seiring dengan waktu menyesuaikan diri melalui proses adaptasi. Adaptasi tersebut dapat terjadi karena separuh usaha dan separuh kebetulan. Lha kok bisa kebetulan? Nah itu karena mutasi bersifat acak. Bagian populasi yang kebetulan mendapatkan mutasi yang sesuai dengan seleksi alam yang ada, maka kelompok tersebut dapat bertahan hidup, beranak-pinak, dan happily ever after deh. Akumulasi mutasi seiring dengan berjalannya waktu ini kemudian pada titik tertentu akan diikuti denganproses penghasilan spesies baru atau yang disebut sebagai spesiasi. Nah dari titik inilah divergensi muncul, seperti yang kita lihat sebagai titik percabangan dalam pohon filogeni kehidupan.

Oke, sekian mengenai konsepnya dan sekarang mari kita beranjak menuju tingkatan molekular. Mutasi yang berarti perubahan bekerja pada tingkatan molekular, atau tepatnya pada tingkat DNA. Nah karena semua mahluk hidup memiliki DNA sebagai cetak biru kehidupannya, maka perubahan pada DNA ini tentunya akan diwariskan ke keturunannya. Nah supaya mutasi tersebut terlihat hingga pada tingkatan struktural, tentunya dia harus lolos dulu dari apa yang disebut sebagai seleksi alam. Yup, ibarat "production house" dan "quality control", begitulah hubungan antara mutasi yang muncul dengan seleksi alam. Tidak semua mutasi dapat lolos dari seleksi alam, dan pada kenyataannya memang hanya sedikit bentuk mutasi yang bisa lolos. Hmm..apakah 'production house' yang tidak efektif atau 'quality control' yang terlalu ketat? Silahkan dipikirkan sendiri.

Namun demikian, seleksi alam tidak menggunakan DNA sebagai target seleksi. Target seleksi adalah produk dari DNA, yaitu protein. Nah jadinya dalam cerita ini si 'production house' bisa sedikit terselamatkan karena varian-varian mutan (produk mutasi) yang dibuat tidak seluruhnya akan dieliminasi oleh seleksi alam. Kenapa? Jawabannya terletak pada kode genetik, yakni 64 kombinasi triplet nukleotida atau kodon yang mengkode 20 jenis asam amino penyusun protein. Nah itu berarti ada beberapa triplet/kodon berbeda namun mengkode asam amino yang sama. Seandainya triplet CGA yang mengkode asam amino arginin mengalami mutasi transisi pada nukleotida ketiga sehingga menjadi CGG, asam amino yang dikode tetaplah arginin. Perhitungan menunjukan bahwa mutasi yang terjadi pada huruf pertama dari triplet memiliki 96% kemungkinan perubahan asam amino, huruf kedua 100%, dan huruf ketiga hanya 30%. Dengan demikian, khususnya pada mutasi hiruf ketiga inilah DNA menyimpan berbagai variasi yang luput dari pengawasan si 'quality control' alias seleksi alam. Jadi tidak aneh bila dalam suatu populasi yang spesiesnya sama (atau idealnya urutan asam amino dalam proteinnya sama) ternyata mengandung varian pada DNA-nya.

Akumulasi mutasi yang meliputi pertukaran (substitusi), penyisipan (insersi), dan penghilangan (delesi) nukleotida pada DNA pada tingkat tertentu (evolusi gen) baru akan menyebabkan perubahan cukup signifikan yang kita sebut sebagai evolusi organisme. Nah dalam filogeni, keduanya perlu didefinisikan dengan jelas. Hal ini disebabkan filogeni molekular menggunakan urutan DNA yang sejatinya merupakan evolusi pada tingkat gen untuk menggambarkan evolusi pada tingkat organisme. Artinya kita mencoba menggambarkan pohon organisme (organismal tree) yang didasarkan pada pohon gen (gene tree).

Selanjutnya pertanyaan baru pun muncul, mungkinkan hal seperti itu direkonstruksi? Saia bisa menjawab ya dan juga tidak. Ya karena evolusi organisme memang bermula dari evolusi gen, namun tidak karena evolusi gen belum tentu memicu evolusi organisme. Banyak usaha yang dikerahkan agar kita bisa menggambarkan pohon organisme berdasarkan pohon gen. kenapa sih mau repot-repot begitu? toh keduanya juga sama-sama pohon. Ya tapi saia ingin mengemukakan sebuah umpama bahwa saa ingin melihat evolusi gajah dan bukannya evolusi DNA gajah. Ya, target kita adalah spesies dan urutan DNA lebih berperan sebagai jejak target tersebut. Jadi jangan berpikir sebaliknya.

Lantas bagaimanakah usahanya? Tunggu tulisan berikutnya yax. Nanti jadi kepanjangan dan bikin ngantuk kalo dibeberkan semua disini.

Regards,
Victor Apriel

Sebuah Tulisan Evolusi dan Filogeni: Pengantar Menuju Filogeni Molekular

The first proposed nucleotide substitution model, Jukes-Cantor one-parameter model (JC69)
Hmm...lama tidak menulis karena menggalau ria, tapi sebenarnya ya juga bingung apa yang mau digalaukan. Yasudalar, yang penting sekarang Chef Victor kembali meramaikan notes lagi dengan tulisannya yang sedikit menggugah mimpi buruk. Oke, kali ini saia akan mencoba berbagi pikiran mengenai evolusi dan filogeni. Santai saja lar, karena saia tidak akan membahas pertanyaan klasik itu ­-- apakah manusia berasal dari kera? So, mari kita mulai....*tuing..tuing..tuing*

Kita mulai dengan sebuah definisi. Well evolusi merupakan proses perubahan -- ya seringkas dan sebatas itu saja pendefisiannya. Kelanjutan dari definisi ini kemudian berkembang lagi menjadi tiga pertanyaan berikutnya, yakni: (1) apa yang berubah, (2) bagaimana perubahan terjadi, dan (3) mengapa perlu berubah? Evolusi itu sebenarnya mencakup semua hal yang ada di dunia ini, karena jelas apapun pasti berubah. Namun disini saia menekankan pada evolusi organisme, ya mahluk hidup. Perubahan pada mahluk hidup pun bermacam-macam, dimulai dari yang paling mendasar yakni susunan struktur molekul yang terdapat pada DNA hingga pada struktur, fungsi, dan prilaku dari mahluk hidup tersebut. Kemudian bagaimana perubahan itu berlangsung bergantung pada dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah mutasi dan faktor eksternal meliputi seleksi alam, ukuran populasi, serta interaksi intra- maupun antar populasi. Selanjutnya, mengapa perlu berevolusi? jawabannya sesederhana menjawab pertanyaan "mengapa kita perlu makan?". Ya itu, untuk hidup. Evolusi merupakan cara mahluk hidup untuk dapat terus hidup dan menghasilkan keturunan yang juga dapat bertahan hidup, seperti salah satu kalimat terkenalnya Mbah Darwin "survival of the fittest".

Nah setelah tulisan singkat mengenai evolusi ini, lantas apa hubungannya dengan filogeni? Izinkan saia mengutip kalimat dari buku Campbell's Biology mengenai kaitan keduanya. Apabila evolusi itu menggambarkan bagaimana prosesnya, maka filogeni itu menggambarkan pola perubahannya. Itu artinya filogeni sama seperti mempelajari sejarah biologi. Rangkaian cerita dalam filogeni dapat diperoleh dari penggalan sejarah yang ditinggalkan oleh mahluk hidup dari waktu ke waktu yang disebut dengan fosil. Dengan demikian kita bisa memperoleh rangkaian cerita evolusi suatu mahluk hidup dari waktu ke waktu hingga ke turunannya yang masih hidup sekarang ini. Penggalan-penggalan sejarah yang digabungkan satu sama lain ternyata memberikan pola seperti pohon. Hal itu berarti bahwa suatu mahluk hidup tidak berevolusi secara sendiri-sendiri melainkan pada suatu titik tertentu mereka berbagi leluhur dengan mahluk hidup lain, persis seperti kakak adik yang memiliki orang tua yang sama. Nah dari sanalah gambaran filogeni yang seperti pohon itu mendapatkan namanya "Phylogenetic Tree of Life".

Hingga saat ini proses penjabaran evolusi dan prediksi filogeni suatu mahluk cukup dimungkinkan dengan keberadaan fosil. Kenapa fosil bisa bertahan melalui waktu yang begitu lama hingga jutaan tahun? yaa karena fosil itu barang keras, sehingga relatif awet ketika tertimbun dalam lapisan bumi. Tapi lantas bagaimana menggambarkan filogeni dari suatu mahluk hidup yang tidak ada fosilnya? Gak usa jauh-jauh deh, sekarang bagaimana membuat filogeni bakteri dari awal kehidupan sampai sekarang?

Dengan perkembangan biologi molekular dan bioinformatika sekarang ini, hal itu menjadi mungkin. Hal ini disebabkan oleh penemuan bahwa rekam jejak evolusi mahluk hidup tersimpan dalam DNA-nya. Pola DNA ini yang kemudian diwariskan secara turun-menurun hingga ke keturunannya yang sekarang ini kita jumpai, dan pastinya dalam keadaan hidup. Pembandingan urutan DNA antar mahluk hidup dengan berbagai algoritme statistika memungkinkan kita untuk mereka-reka kembali bagaimana pola evolusi mahluk tersebut. Tahapan singkat mengenai bagaimana merekonstruksi pohon filogeni berdasarkan urutan DNA akan saia coba jabarkan secara singkat. Tahapan tersebut meliputi (1) penjejeran urutan DNA (alignment), (2) rekonstruksi pohon filogeni, (3) interpretasi dan analisis pohon yang dihasilkan, dan (4) penarikan simpulan mengenai filogeni tersebut.

Proses alignment bertujuan untuk mencari kesamaan daerah antar urutan DNA mahluk hidup yang dibandingkan. Kesamaan daerah ini kemudian diasumsikan sebagai 'homolog', yakni daerah yang diyakini merupakan warisan dari leluruh bersama mereka. Kemudian, dari hasil alignment tersebut dibuat menjadi pohon filogeni dengan konsep, asumsi, dan perhitungan tertentu yang tentu saja....sangat statistik!! Saat ini ada berbagai macam program rekonstruksi pohon filogenetik seperti PHYLIP, MEGA, HyPhy, Tree Puzzle, IQPNNI, MrBayes, CLUSTAL, PAUP*, RDP, dll masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya sendiri. Oh satu hal yang perlu diingat -- sampai sekarang ini (27 Apr 2012) program-program tersebut masih gratis lohh!! Setelah pohon yang kita inginkan itu terjadi, tentu saja kita senang. Horeee!! pohonnya muncul!! Namun permasalahan klasik pun muncul, yakni pesan moral apa yang terkandung dibalik gambar pohon tersebut? Nah disini kemampuan kita dalam menganalisis kaitan antara urutan DNA, dasar algoritme program, dan latar belakang mengenai mahluk hidup yang dipakai dalam pembuatan pohon pun diuji. Membuat pohon itu satu hal, tetapi menjabarkan pohon itu hal yang lain lagi.

Pada akhirnya setelah menganalisis sana-sini, sampai juga kita pada tahap terakhir yakni penarika simpulan. Pada tahap ini ada satu hal yang perlu diingat dengan baik. Semua filogeni entah itu berasal dari data molekular maupun data fosil adalah bersifat hipotetikal alias prediksi. Hal itu disebabkan karena kita tidak mungkin mengulang kembali ke masa lalu dan sifat dari penggambaran filogeni yang kita lakukan adalah berbasis pada sampling. Kita merekonstruksi sesosok mahluk berdasarkan struktur tulang dan keadaan lingkungan pada saat itu, namun kita tidak pernah tahu bagaimana sebenarnya keseluruhan mahluk tersebut. Penggambarannya hanyalah bersifat prediktif berdasarkan sampel fosil yang ada. Hal yang sama juga berlaku pada filogeni molekular (DNA, RNA, atau protein), yang bisa dengan kasar saia menyebut kita memprediksi suatu mahluk berdasarkan materi genetiknya.

Yahh kurang lebih sampai disini dulu materinya. Semoga teman-teman pembaca  menjadi lebih mengerti bahwa evolusi dan filogeni itu tidak sekedar (atau malah bukan sama sekali) kera --> manusia....heheheh

Regards,
Victor Apriel