Struktur Komunitas
Kita akan mulai dengan sebuah definisi. Struktur komunitas merupakan penggambaran atau karakter suatu komunitas ditinjau dari keanekaragaman spesies dalam suatu ruang lingkup dan kemelimpahan relatif masing-masing terhadap komunitas total. Nah apabila kita terapkan pada bakteri dan archaea berarti kita akan berurusan dengan berapa banyak spesies dan kemelimpahannya masing-masing di laut sebagai ruang lingkupnya. Ketika kita berbicara dengan keanekaragaman, artinya kita juga berbcara dengan klasifikasi. Ekologi makro umumnya menggolongkan atau mengklasifikasi organisme ke dalam kelompok-kelompok fungsional seperti produsen, konsumen, dekomposer, dll. Hal tersebut juga berlaku dalam ekologi mikrobia seperti contohnya kelompok foto-lithoautotrof, khemo-litoautotrof, khemo-organoheterotrof, dll. Namun demikian, terdapat suatu pola bahwa beberapa kelompok fungsional ekologis dari bakteri dan archaea ternyata memiliki sejarah evolusi yang mirip. Hal ini membuat dibuatnya suatu pengelompokan komunitas bakteri dan archaea selain berdasarkan fungsi, juga berdasarkan data evolusioner filogenetik.
Keanekaragaman dan Distribusi
Oke, berbicara mengenai keseluruhan spesies bakteri dan archaea yang terdapat dalam komunitas prokariot laut akan membuat tulisan ini terlalu panjang. Dalam kesempatan ini saia akan coba menyinggung mengenai kelompok filogenetik bakteri dominan di perairan laut. Berbagai macam kelompok filogenetik bakteri yang terdapat di laut meliputi filum Proteobacteria, Bacteroidetes, Cyanobacteria, Actinobacteria, dan kelompok green non-sulfur bacteria (GNSB) yang mungkin meliputi filum Chloroflexi. Keanekaragaman archaea di laut juga cukup luas dan meliputi 2 filum, yakni Crenarcheota dan Euryarchaeota. Beberapa bakteri yang diduga sebagai spesies baru pun banyak ditemukan, namun belum dapat teridentifikasi akibat tidak dapat tumbuh dalam medium kultur.
Setelah keanekaragaman spesies, sekarang mari kita berbicara mengenai distribusi dan kemelimpahan. Data mengenai distribusi dan kemelimpahan akan lebih banyak terkait dengan bakteri akibat masih sedikitnya data penelitian mengenai archaea. Berdasarkan data yang terkumpul, diambil sebuah generalisasi bahwa komunitas bakteri cenderung terdistribusi pada zona permukaan hingga kedalaman sekitar 100 meter. Archaea kemudian mulai cenderung terdistribusi pada zona dibawah 100 meter bahkan hingga dasar lautan. Lanjutan mendetail mengenai distribusi dan kemelimpahan komunitas bakteri yang mencakup beberapa kelompok fungsional besar akan dibahas pada bab-bab berikutnya.
Faktor-faktor yang Meregulasi Struktur Komunitas
Struktur suatu komunitas tentunya dipengaruhi atau merespon pada berbagai macam faktor. Dalam kasus komunitas mikrobia, faktor-faktor tersebut dapat dikatergorikan menjadi bottom-up control, top-down control, sideways control, dan 'kill the winner' hypothesis. Selanjutnya, mari kita bahas satu-per-satu.
1. Bottom-up Control
merupakan respon komunitas terhadap nutrien. Lautan merupakan sebuah ekosistem dengan konsentrasi nutrien yang sangat rendah akibat volume air yang sangat besar. Selain itu terdapat juga beberapa jenis nutrien yang bersifat membatasi pertumbuhan populasi kelompok mikrobia tertentu (limiting nutrient). Pengaruh jenis dan konsentrasi nutrien terhadap komunitas mikrobia laut tentunya akan mengakibatkan kompetisi antar mikrobia, sehingga jelas bahwa faktor ini mengatur pola struktur komunitas.
2. Top-down Control
Siapapun yang pernah belajar ekologi pastinya akan langsung terbayang akan hubungan pemangsa-mangsa (predator-prey relationship) apabila melihat faktor ini. Dalam komunitas mikrobia, predator yang dimaksud umumnya berupa kelompok mikrobia eukariotik yang sering disebut sebagai nanoflagelata heterotrofik (HNF / heterotrophic nanoflagellates). Selain kelompok HNF, predator lain juga dapat berupa protozoa yang lebih besar seperti yang terdapat dalam kategori mikroplankton.
3. Sideways Control
Faktor ini cukup unik bagi komunitas mikrobia, khususnya bakteri. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antar spesies bakteri dan interaksi ini turut mempengaruhi kemelimpahan individu bakteri tersebut dalam populasi. Interaksi ini melibatkan co-metabolisme, sintrofi, hingga quorum-sensing.
4. 'Kill the winner' hypothesis
Walaupun masih diasumsikan sebagai hipotesis, namun data penelitian yang membuktikan kebenaran hipotesis ini semakin banyak. Faktor ini terkait dengan parasit pada komunitas bakteri, yakni virus atau phage. Data penelitian menunjukan bahwa adanya sisipan DNA virus turut meregulasi kemelimpahan individu bakteri dalam populasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur komunitas secara keseluruhan. Regulasinya terkait dengan aktivasi siklus litik phage pada saat ketika kemelimpahan individu dari suatu spesies bakteri mencapai nilai tertentu. Seperti hal-nya top-down control, faktor "kill the winner' ini turut meregulasi komunitas bakteri dengan cara menguranginya. Selain itu, pengurangan kemelimpahan suatu populasi bakteri tertentu juga membuka niche yang kemudian dapat dikuasai oleh populasi bakteri lainnya, sehingga keduanya dapat co-exist.
Bacaan Lanjutan
Fuhrman, J. A. & A. Hagstrom. 2008. Bacterial and Archaeal Community Structure and Its Patterns. In Microbial Ecology of the Oceans 2nd Ed. Wiley-Blackwell Pub.: USA.