Setelah membahas mengenai keanekaragaman dan distribusi prokariot di laut, dalam bab ini saia akan coba fokus pada kemelimpahan dan kontribusi ekologis pada prokariot yang hidup di laut. Di dalam ekologi terdapat suatu persamaan bahwa nilai kontribusi setara dengan kemelimpahan dan distribusinya. Jadi, apapun yang banyak dan tersebar luas dalam perairan laut pasti memiliki kontribusi yang lebih nyata terhadap ekosistem tersebut. Well, tentu saja tidak semua kelompok prokariot akan dibahas disini karena mereka itu terlalu beragam. Pada kesempatan ini saia hanya memfokuskan pada kelompok prokariot fotoheterotrofik, yang ternyata berdasarkan data penelitian terbaru memiliki kontribusi yang cukup nyata khususnya terhadap siklus biogeokimia di lautan lepas. Selamat membaca yak.
Fotoheterotrofik
Fotoheterotrofik merupakan salah satu bentuk nutrisi (mencari makan) mikrobia yang menggunakan sumber energi dari cahaya matahari, namun mengandalkan sumber karbon dari senyawa organik terlarut (dissolved organic matter) di lingkungan sekitarnya. Proses ini berbeda dengan foto2autotrofik yang lebih umum kita kenal, yakni menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi dan menggunakan sumber karbon dari senyawa anorganik (karbon dioksida). Mikrobia fotoheterotrofik seperti layaknya mikrobia heterotrofik murni sangat berkaitan erat dengan mikrobia fotoautotrofik dalam hal perolehan senyawa organik.
Kelompok Mikrobia Fotoheterotrofik dan Kontribusinya Terhadap Ekosistem
Well, siapa sajakah mereka? Data penelitian terbaru membagi mikrobia fotoheterotrofik ini menjadi 3 kelompok, yakni Cyanobacteria, bakteri aerobik anooksigenik fototrofik (AAP), dan bakteri proteorhodopsin (PR). Selanjutnya, mari kita bahas satu per satu.
1. Cyanobacteria
Semua yang mengambil mata kuliah mikrobiologi di manapun di dunia pastinya mengenal kelompok satu ini. Cyanobacteria merupakan satu-satunya kelompok bakteri yang secara evolusioner mengembangkan sistem fotosintetik oksigenik dan juga satu-satunya kelompok yang bertanggung jawab dalam mengisi atmosfer bumi ini dengan oksigen. Berbagai ilmu yang membahas Cyanobacteria mengenalnya sebagai kelompok yang bersifat fotoautotrofik, yakni menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi dan juga dapat mensintesis senyawa karbon organik dari bahan dasar karbon dioksida (CO2). Dalam ekosistem laut cyanobacteria bertindak sebagai produsen, yakni menyediakan senyawa organik hasil fotosintesis kepada mikrobia atau bahkan tingkat trofik yang lebih tinggi. Synechococcus dan Prochlorococcus, dua genera cyanobacteria yang dominan pada ekosistem laut lepas ternyata juga memiliki kecenderungan untuk bersifat fotoheterotrof fakultatif, yakni dapat menggunakan senyawa karbon organik. Penelitian terkini menunjukan bahwa sel dari kedua genera tersebut mampu mengasimilasi nukleosida, asam amino, dan juga karbohidrat ketika dikultur dalam keadaan dengan cahaya. Berdasarkan kompetisinya, ternyata sel Prochlorococcus lebih dapat berkompetisi dalam asimilasi asam amino dibandingkan dengan sel Synechococcus, bahkan dapat dikatakan kompetisinya setara dengan bakteri heterotrofik pada umumnya.
Lalu bagaimana dampaknya terhadap ekosistem sekitar? Adanya sifat fotoheterotrofi pada cyanobacteria sepertinya terkait dengan durasi paparan sinar matahari pada ekosistem laut habitatnya. Dengan demikian, sifat fotoheterotrofi ini turut berkontribuasi pada distribusi kelompok bakteri ini baik secara spasial maupun secara vertikal dalam kolom air. Secara spasial, terdapat zona permukaan laut yang menerima paparan sinar matahari untuk durasi yang singkat. Hal ini terntunya berdampak pada kemampuan fotosintesis cyanobacteria yang sangat bergantung pada cahaya matahari. Adanya kemampuan fotoheterotrofi ini membantu cyanobacteria untuk dapat melakukan metabolisme dan juga bereproduksi meski dalam keadaan tanpa cahaya seperti halnya di perairan kutub. Kedua, yakni secara vertikal, kemampuan fotoheterotrofi memungkinkan distribusi cyanobacteria untuk mencapai zona perairan yang gelap tanpa cahaya.
2. Bakteri Aerobik Anoksigeni Fototrofik (AAP)
Sesuai dengan namanya, kelompok ini beranggotakan bakteri yang mampu melakukan fotosintesis namun tidak dapat menghasilkan oksigen sebagai produk sampingannya. Secara filogenetik, kelompok ini merupakan bagian dari kelompok yang lebih besar, yakni Purple Non-Sulfur Bacteria (PNSB). Kelompok bakteri AAP ini lebih menonjol dalam hal kemelimpahan serta distribusi disebabkan oleh sifatnya yang aerobik, yakni mampu menggunakan oksigen dalam proses respirasinya. Dalam trofik makanan di ekosistem laut lepas, kelompok bakteri AAP ini dapat dikatakan sebagai konsumen tingkat pertama setelah produsen. Ya meskipun mampu berfotosintesis kelompok bakteri ini sepenuhnya bersifat heterotrofik dalam hal perolehan senyawa karbon. Mereka tidak dapat mensintesis senyawa organik dari karbon dioksida seperti halnya Cyanobacteria.
Sifat aerobik, kemampuan yang luas dalam menggunakan senyawa organik, serta didukung dengan kemampuan fototrofiknya membuat kelompok bakteri AAP tersebar secara meluas dan juga melimpah pada ekosistem laut lepas, khususnya pada daerah yang terkena sinar matahari (eufotik). Selain itu penelitian terbaru menyatakan bahwa volum sel bakteri AAP adalah dua kali lebih besar dibandingkan sel bakteri pada umumnya. Hal ini berarti sel bakteri AAP dapat dimangsa oleh tingkatan trofik yang lebih besar seperti mikroplankton atau nanoplankton. Berdasarkan fakta ini juga dihipotesiskan bahwa bakteri AAP merupakan penghubung antara jejaring makanan mikrobia (microbial loop) dengan jejaring makanan klasik (classical food web) yang terdiri dari plankton-plankton besar seperti diatom hingga predator puncak seperti paus dan hiu.
3. Bakteri Proteorhodopsin (PR-containing Bacteria)
Bakteri PR merupakan kelompok bakteri yang baru-baru ini ditemukan. Seperti halnya Cyanobacteria dan bakteri AAP, kelompok ini juga dapat menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi alternatifnya. Namun demikian, perbedaannya dengan dua kelompok sebelumnya terletak pada jenis senyawa kimia pigmen yang digunakan untuk menangkap radiasi sinar matahari. Cyanobacteria dan bakteri AAP masing-masing menggunakan modifikasi senyawa kimia tetrapyrolle yang disebut klorofil-a dan bakterioklorofil. Kedua pigmen ini juga terletak bersama dengan komponen pigmen penangkap cahaya lain, yakni karotenoid, dalam suatu struktur sel yang disebut sebagai fotosistem. Kelompok bakteri PR memiliki suatu protein yang disebut sebagai rhodopsin yang dapat berubah konformasinya ketika terkena cahaya. Mekanisme ini persis seperti protein rhodopsin yang ada pada mata hewan. Dengan demikian, bakteri PR ini memiliki sistem penghasilan energi (ATP) yang difasilitasi oleh protein rhodopsin yang dapat bekerja menghasilkan ATP apabila terkena cahaya.
Kemampuan menggunakan cahaya sebagai sumber energi membuat bakteri PR memiliki kemampuan hidup seperti bakteri AAP. Penelitian baru-baru ini juga menunjukan terdapatnya bakteri PR secara melimpah bersama dengan bakteri AAP pada perairan laut. Kontribusi bakteri PR terhadap ekosistem perairan laut belum banyak diketahui. Hingga saat ini, bakteri PR ternyata berkontribusi dalam siklus sulfur di zona oksik (zona terdapat oksigen) bersama dengan bakteri AAP, yakni mendegradasi senyawa-senyawa sulfur organik.
Simpulan
Bakteri fotoheterotrofik merupakan kelompok bakteri yang terdapat melimpah dengan distribusi yang luas pada ekosistem permukaan laut lepas. Kelompok bakteri ini juga memiliki beragam kontribusi terhadap ekosistem laut dalam hal siklus biogeokimia, khususnya siklus karbon secara global.
Bacaan Lanjutan
Beja, O. & M. T. Suzuki. 2008. Photoheterotrophic Marine Prokaryotes. In Microbial Ecology of the Oceans 2nd Ed. Wiley-Blackwell Pub.: USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar