Ketemu lagi bersama saia Chef Victor dengan tulisannya yang begitu menggugah kegilaan. Tumben juga yah ternyata saia bisa menghasilkan 3 tulisan dalam 3 hari berturut-turut. Sunggu suatu pencapaian. Oke cukup sudah sombong-sombongan nya, kali ini saia akan melanjutkan serial Tulisan Evolusi dan Filogeni mengenai homologi dan proses 'alignment'. Lha bukannya mau membahas bagaimana merekonstruksi filogeni organisme dari filogeni gen. Yaa memang itulah tujuan utamanya, dan ini merupakan tahapan awalnya. So, mau tau? Ya dibaca larrr.....Okeh! Selamat menikmati :D
Berdasarkan cerita sebelumnya, teman-teman pasti menjumpai kata 'alignment' disana. Secara singkat alignment merupakan penjejeran antar urutan DNA satu dengan lainnya berdasarkan letak homologi. Sebagian peneliti melakukan alignment DNA hanya semudah memasukannya ke dalam program komputer, klik sana-sini, tunggu hasil dan wualla!!! This is it!! alignment DNA ala chef Farah Quinn!! Pertanyaan pun bermunculan, yakni apakah kita yakin bahwa alignment tersebut memang benar adanya? Tahapan alignment ini dapat saia simpulkan merupakan tahapan yang paling kritis dalam rekonstruksi sejarah kehidupan atau filogeni karena hanya dengan alignment yang benar baru kita bisa mendapatkan pohon yang benar.
Oke sebelum kita lebih merinci lagi ke proses alignment kita tinjau dulu asumsi dasar yang dipakai dalam prosesnya, yakni homologi. Kita mulai dengan sebuah definisi. Homologi adalah suatu ciri yang diwariskan dari nenek moyang (ancestor) kepada turunannya (descendants). Salah satu contoh homologi adalah lengan (terinspirasi dari artikel National Geographic edisi Mei 2012). Nah lengan pada manusia itu berhomologi dengan sirip pada lumba-lumba, tungkai depan kucing, sayap pada kelelawar, dan aspek tungkai depan mamalia lainnya. Semua homologi para turunan ini bersumber dari nenek moyang yang berupa ikan dengan sirip berotot (Sarcopterygii), menjelaskan bahwa jalur evolusi mamalia berasal dari kelompok ikan tersebut yang kini sebagian besar telah punah. Sulit juga untuk mempercayai bahwa struktur dan fungsi yang jelas sangat berbeda dari masing-masing 'tangan' tersebut berawal dari sebuhan sirip. Namun memang begitulah adanya, semuanya menampakkan komposisi 1 tulang lengan atas, 2 tulang lengan bawah, tulang telapak tangan dengan susunannya yang kompleks, dan 5 tulang jari. Eits tapi jangan lupa bahwa semuanya bisa terkuak atas bantuan fosil. Tanpa diketemukannya fosil ikan Sarcopterygii tersebut, maka kita tidak akan pernah tahu sejarah evolusinya.
Kedatangan teknologi DNA turut melengkapi rekonstruksi filogeni mahluk hidup di kala ketiadaan catatan fosil. Namun bagaimana tepatnya teknologi DNA ini membantu memecahkan masalah? Rekonstruksi filogeni memerlukan urutan DNA dan tentunya juga homologi antar urutan DNA tersebut. Nah dari sini permasalahan menjadi semakin rumit. Penentuan homologi dalam konteks struktur morfologi maupun anatomi relatif lebih mudah karena terdapat kemiripan baik pada sebagian struktur maupun fungsinya. Namun, bagaimana menentukan homologi pada urutan nukleotida dengan huruf A, T, G, dan C pada pasangan DNA atau urutan asam amino dengan ke-20 jenisnya pada pasangan protein?
Beruntunglah saia dan juga teman-teman sekalian, karena hidup pada jaman yang sedemikian maju. Ya dengan hanya memasukan urutan DNA ataupun protein yang teracak lengkap (CRD = complete randomized DNA) ke dalam program alignment di komputer, kita pun dapat memperoleh hasilnya. Nah logika alignment tersebut memiliki asumsi bahwa suatu urutan DNA yang diwariskan dari nenek moyang pada turunannya harusnya tidak berbeda jauh alias mirip apabila dibandingkan antar satu turunan dengan lainnya. Dengan kata lain, pada konteks ini homologi disejajarkan dengan similaritas. Program komputer (dynamic programming) selanjutnya memanfaatkan pola similaritas ini untuk menentukan daerah kesamaan dan perbedaan urutan nukleotida antar satu DNA dengan DNA lainnya, persis seperti menggeser potongan gambar ke kiri dan ke kanan hingga diperoleh gambar yang utuh.
Setelah sekian lama si program komputer menggeser urutan DNA kesana kemari, tentu saja perbandingan urutan DNA satu dengan lainnya tidak akan identik. Ya iya larr, masing-masing kan sudah menjalani evolusinya sendiri-sendiri, jadinya pasti terdapat perbedaan baik dalam jumlah maupun jenis nukleotida dalam DNA tersebut. Nah bagian yang berbeda nukleotida antar DNA akan diasumsikan sebagai daerah yang mengalami proses substitusi nukleotida. Sedangkan daerah yang kehilangan/kemasukan nukleotida (DNA satu ada nukleotida namun pada daerah yang sama DNA lainnya tidak memiliki nukleotida) akan diasumsikan sebagai lokasi indel (insertion-deletion). Hal ini karena si program tidak mau ambil pusing entah DNA satu yang kemasukan nukleotida atau DNA lainnya yang kehilangan nukleotida. Nah pada akhirnya setelah menggeser dan memperhitungkan kemungkinan substitusi serta indel, maka selesai sudah proses alignment. Semua DNA yang sudah jejer (aligned) selanjutnya dapat dipakai dalam rekonstruksi pohon filogeni.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah asumsi awal yang diterapkan pada proses alignment, yakni menganggap similaritas/kemiripan urutan DNA sebagai homologi. Dalam hal ini urutan DNA antar mahluk hidup yang dibandingkan harus dipilih dengan tepat. Pemilihan ini bertujuan untuk menghindari kemiripan urutan DNA sebagai akibat dari homoplasi. Homoplasi merupakan ciri yang didapat akibat pengaruh adaptasi terhadap lingkungan yang sama. Sebagai contoh ekstrim, sayap pada burung dan sayap pada capung sama-sama merupakan adaptasi untuk terbang. Namun kedua sayap tersebut tentunya bukan berasal dari nenek moyang yang sama bukan. Urutan DNA juga dapat mengalami homoplasi. Apabila dua mahluk turunan nenek moyang yang berbeda bertemu dalam satu lingkungan yang sama, maka efek tekanan lingkungan akan berpengaruh pada DNA-nya. Sebagai akibatnya sebagian populasi dari kedua mahluk tersebut cenderung memiliki kemiripan pada daerah tertentu dalam DNA masing-masing. Apabila daerah tersebut yang kita gunakan dalam proses alignment, maka hal tersebut akan disalahartikan sebagai homologi sehingga dikatakan kekerabatannya relatif lebih dekat daripada yang sebenarnya.
Sebenarnya masih banyak faktor dan asumsi mengenai proses alignment ini, diantaranya permasalahan perulangan urutan, gaps (kekosongan nukleotida lokasi tertentu pada DNA yang dibandingkan), substitusi, struktur sekunder, dan lainnya. Namun dalam tulisan ini biarlah saia cukupkan sampai disini dulu agar tidak terlalu panjang sehingga membuat malas membaca. Pada tulisan berikutnya saia akan melanjutkan dengan rekonstruksi pohon filogeni menggunakan data yang sudah jejer (aligned). Ditunggu yaaax...^^
Regards,
Victor Apriel
Berdasarkan cerita sebelumnya, teman-teman pasti menjumpai kata 'alignment' disana. Secara singkat alignment merupakan penjejeran antar urutan DNA satu dengan lainnya berdasarkan letak homologi. Sebagian peneliti melakukan alignment DNA hanya semudah memasukannya ke dalam program komputer, klik sana-sini, tunggu hasil dan wualla!!! This is it!! alignment DNA ala chef Farah Quinn!! Pertanyaan pun bermunculan, yakni apakah kita yakin bahwa alignment tersebut memang benar adanya? Tahapan alignment ini dapat saia simpulkan merupakan tahapan yang paling kritis dalam rekonstruksi sejarah kehidupan atau filogeni karena hanya dengan alignment yang benar baru kita bisa mendapatkan pohon yang benar.
Oke sebelum kita lebih merinci lagi ke proses alignment kita tinjau dulu asumsi dasar yang dipakai dalam prosesnya, yakni homologi. Kita mulai dengan sebuah definisi. Homologi adalah suatu ciri yang diwariskan dari nenek moyang (ancestor) kepada turunannya (descendants). Salah satu contoh homologi adalah lengan (terinspirasi dari artikel National Geographic edisi Mei 2012). Nah lengan pada manusia itu berhomologi dengan sirip pada lumba-lumba, tungkai depan kucing, sayap pada kelelawar, dan aspek tungkai depan mamalia lainnya. Semua homologi para turunan ini bersumber dari nenek moyang yang berupa ikan dengan sirip berotot (Sarcopterygii), menjelaskan bahwa jalur evolusi mamalia berasal dari kelompok ikan tersebut yang kini sebagian besar telah punah. Sulit juga untuk mempercayai bahwa struktur dan fungsi yang jelas sangat berbeda dari masing-masing 'tangan' tersebut berawal dari sebuhan sirip. Namun memang begitulah adanya, semuanya menampakkan komposisi 1 tulang lengan atas, 2 tulang lengan bawah, tulang telapak tangan dengan susunannya yang kompleks, dan 5 tulang jari. Eits tapi jangan lupa bahwa semuanya bisa terkuak atas bantuan fosil. Tanpa diketemukannya fosil ikan Sarcopterygii tersebut, maka kita tidak akan pernah tahu sejarah evolusinya.
Kedatangan teknologi DNA turut melengkapi rekonstruksi filogeni mahluk hidup di kala ketiadaan catatan fosil. Namun bagaimana tepatnya teknologi DNA ini membantu memecahkan masalah? Rekonstruksi filogeni memerlukan urutan DNA dan tentunya juga homologi antar urutan DNA tersebut. Nah dari sini permasalahan menjadi semakin rumit. Penentuan homologi dalam konteks struktur morfologi maupun anatomi relatif lebih mudah karena terdapat kemiripan baik pada sebagian struktur maupun fungsinya. Namun, bagaimana menentukan homologi pada urutan nukleotida dengan huruf A, T, G, dan C pada pasangan DNA atau urutan asam amino dengan ke-20 jenisnya pada pasangan protein?
Beruntunglah saia dan juga teman-teman sekalian, karena hidup pada jaman yang sedemikian maju. Ya dengan hanya memasukan urutan DNA ataupun protein yang teracak lengkap (CRD = complete randomized DNA) ke dalam program alignment di komputer, kita pun dapat memperoleh hasilnya. Nah logika alignment tersebut memiliki asumsi bahwa suatu urutan DNA yang diwariskan dari nenek moyang pada turunannya harusnya tidak berbeda jauh alias mirip apabila dibandingkan antar satu turunan dengan lainnya. Dengan kata lain, pada konteks ini homologi disejajarkan dengan similaritas. Program komputer (dynamic programming) selanjutnya memanfaatkan pola similaritas ini untuk menentukan daerah kesamaan dan perbedaan urutan nukleotida antar satu DNA dengan DNA lainnya, persis seperti menggeser potongan gambar ke kiri dan ke kanan hingga diperoleh gambar yang utuh.
Setelah sekian lama si program komputer menggeser urutan DNA kesana kemari, tentu saja perbandingan urutan DNA satu dengan lainnya tidak akan identik. Ya iya larr, masing-masing kan sudah menjalani evolusinya sendiri-sendiri, jadinya pasti terdapat perbedaan baik dalam jumlah maupun jenis nukleotida dalam DNA tersebut. Nah bagian yang berbeda nukleotida antar DNA akan diasumsikan sebagai daerah yang mengalami proses substitusi nukleotida. Sedangkan daerah yang kehilangan/kemasukan nukleotida (DNA satu ada nukleotida namun pada daerah yang sama DNA lainnya tidak memiliki nukleotida) akan diasumsikan sebagai lokasi indel (insertion-deletion). Hal ini karena si program tidak mau ambil pusing entah DNA satu yang kemasukan nukleotida atau DNA lainnya yang kehilangan nukleotida. Nah pada akhirnya setelah menggeser dan memperhitungkan kemungkinan substitusi serta indel, maka selesai sudah proses alignment. Semua DNA yang sudah jejer (aligned) selanjutnya dapat dipakai dalam rekonstruksi pohon filogeni.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah asumsi awal yang diterapkan pada proses alignment, yakni menganggap similaritas/kemiripan urutan DNA sebagai homologi. Dalam hal ini urutan DNA antar mahluk hidup yang dibandingkan harus dipilih dengan tepat. Pemilihan ini bertujuan untuk menghindari kemiripan urutan DNA sebagai akibat dari homoplasi. Homoplasi merupakan ciri yang didapat akibat pengaruh adaptasi terhadap lingkungan yang sama. Sebagai contoh ekstrim, sayap pada burung dan sayap pada capung sama-sama merupakan adaptasi untuk terbang. Namun kedua sayap tersebut tentunya bukan berasal dari nenek moyang yang sama bukan. Urutan DNA juga dapat mengalami homoplasi. Apabila dua mahluk turunan nenek moyang yang berbeda bertemu dalam satu lingkungan yang sama, maka efek tekanan lingkungan akan berpengaruh pada DNA-nya. Sebagai akibatnya sebagian populasi dari kedua mahluk tersebut cenderung memiliki kemiripan pada daerah tertentu dalam DNA masing-masing. Apabila daerah tersebut yang kita gunakan dalam proses alignment, maka hal tersebut akan disalahartikan sebagai homologi sehingga dikatakan kekerabatannya relatif lebih dekat daripada yang sebenarnya.
Sebenarnya masih banyak faktor dan asumsi mengenai proses alignment ini, diantaranya permasalahan perulangan urutan, gaps (kekosongan nukleotida lokasi tertentu pada DNA yang dibandingkan), substitusi, struktur sekunder, dan lainnya. Namun dalam tulisan ini biarlah saia cukupkan sampai disini dulu agar tidak terlalu panjang sehingga membuat malas membaca. Pada tulisan berikutnya saia akan melanjutkan dengan rekonstruksi pohon filogeni menggunakan data yang sudah jejer (aligned). Ditunggu yaaax...^^
Regards,
Victor Apriel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar