Sabtu, 28 April 2012

Sebuah Tulisan Evolusi dan Filogeni: Mekanisme Evolusi Pada Tingkat Molekular

Genetic Code table ~
Chef Victor ingin kembali produktif dengan tulisan-tulisannya yang sangat mengilhami para pembacanya untuk menjadi.....sedikit gila. Yaa tulisan ini saia buat untuk memenuhi request dari para pembaca setia yang terus-terusan saia tag FB-nya. Masih dengan tema evolusi dan filogeni molekular, saia berencana ingin mengajak teman-teman untuk lebih dicerahkan terhadap perkara tersebut.

*...kentut...* ~

Uups....nampaknya pantat saia agak kurang setuju dengan kata-kata yang baru saja saia tuliskan diatas. Yasuda, pokoknya apapun tujuannya yang penting saia nulis dan ente baca...hahaha. Oke kali ini memasuki bab selanjutnya saia akan bercerita mengenai bagaimana evolusi bekerja untuk mengukir filogeni pada mahluk hidup. Selamat menikmati.

Dari buku teks evolusi kita diberitahu bahwa populasi mahluk hidup itu (ingat lho, POPULASI) berubah seiring dengan waktu menyesuaikan diri melalui proses adaptasi. Adaptasi tersebut dapat terjadi karena separuh usaha dan separuh kebetulan. Lha kok bisa kebetulan? Nah itu karena mutasi bersifat acak. Bagian populasi yang kebetulan mendapatkan mutasi yang sesuai dengan seleksi alam yang ada, maka kelompok tersebut dapat bertahan hidup, beranak-pinak, dan happily ever after deh. Akumulasi mutasi seiring dengan berjalannya waktu ini kemudian pada titik tertentu akan diikuti denganproses penghasilan spesies baru atau yang disebut sebagai spesiasi. Nah dari titik inilah divergensi muncul, seperti yang kita lihat sebagai titik percabangan dalam pohon filogeni kehidupan.

Oke, sekian mengenai konsepnya dan sekarang mari kita beranjak menuju tingkatan molekular. Mutasi yang berarti perubahan bekerja pada tingkatan molekular, atau tepatnya pada tingkat DNA. Nah karena semua mahluk hidup memiliki DNA sebagai cetak biru kehidupannya, maka perubahan pada DNA ini tentunya akan diwariskan ke keturunannya. Nah supaya mutasi tersebut terlihat hingga pada tingkatan struktural, tentunya dia harus lolos dulu dari apa yang disebut sebagai seleksi alam. Yup, ibarat "production house" dan "quality control", begitulah hubungan antara mutasi yang muncul dengan seleksi alam. Tidak semua mutasi dapat lolos dari seleksi alam, dan pada kenyataannya memang hanya sedikit bentuk mutasi yang bisa lolos. Hmm..apakah 'production house' yang tidak efektif atau 'quality control' yang terlalu ketat? Silahkan dipikirkan sendiri.

Namun demikian, seleksi alam tidak menggunakan DNA sebagai target seleksi. Target seleksi adalah produk dari DNA, yaitu protein. Nah jadinya dalam cerita ini si 'production house' bisa sedikit terselamatkan karena varian-varian mutan (produk mutasi) yang dibuat tidak seluruhnya akan dieliminasi oleh seleksi alam. Kenapa? Jawabannya terletak pada kode genetik, yakni 64 kombinasi triplet nukleotida atau kodon yang mengkode 20 jenis asam amino penyusun protein. Nah itu berarti ada beberapa triplet/kodon berbeda namun mengkode asam amino yang sama. Seandainya triplet CGA yang mengkode asam amino arginin mengalami mutasi transisi pada nukleotida ketiga sehingga menjadi CGG, asam amino yang dikode tetaplah arginin. Perhitungan menunjukan bahwa mutasi yang terjadi pada huruf pertama dari triplet memiliki 96% kemungkinan perubahan asam amino, huruf kedua 100%, dan huruf ketiga hanya 30%. Dengan demikian, khususnya pada mutasi hiruf ketiga inilah DNA menyimpan berbagai variasi yang luput dari pengawasan si 'quality control' alias seleksi alam. Jadi tidak aneh bila dalam suatu populasi yang spesiesnya sama (atau idealnya urutan asam amino dalam proteinnya sama) ternyata mengandung varian pada DNA-nya.

Akumulasi mutasi yang meliputi pertukaran (substitusi), penyisipan (insersi), dan penghilangan (delesi) nukleotida pada DNA pada tingkat tertentu (evolusi gen) baru akan menyebabkan perubahan cukup signifikan yang kita sebut sebagai evolusi organisme. Nah dalam filogeni, keduanya perlu didefinisikan dengan jelas. Hal ini disebabkan filogeni molekular menggunakan urutan DNA yang sejatinya merupakan evolusi pada tingkat gen untuk menggambarkan evolusi pada tingkat organisme. Artinya kita mencoba menggambarkan pohon organisme (organismal tree) yang didasarkan pada pohon gen (gene tree).

Selanjutnya pertanyaan baru pun muncul, mungkinkan hal seperti itu direkonstruksi? Saia bisa menjawab ya dan juga tidak. Ya karena evolusi organisme memang bermula dari evolusi gen, namun tidak karena evolusi gen belum tentu memicu evolusi organisme. Banyak usaha yang dikerahkan agar kita bisa menggambarkan pohon organisme berdasarkan pohon gen. kenapa sih mau repot-repot begitu? toh keduanya juga sama-sama pohon. Ya tapi saia ingin mengemukakan sebuah umpama bahwa saa ingin melihat evolusi gajah dan bukannya evolusi DNA gajah. Ya, target kita adalah spesies dan urutan DNA lebih berperan sebagai jejak target tersebut. Jadi jangan berpikir sebaliknya.

Lantas bagaimanakah usahanya? Tunggu tulisan berikutnya yax. Nanti jadi kepanjangan dan bikin ngantuk kalo dibeberkan semua disini.

Regards,
Victor Apriel

Tidak ada komentar: